Assalaamu’alaikum
wr. wb.
Kali
ini saya mau ngeshare salah satu
kegiatan di Pramuka ITS Gugusdepan Surabaya 610 Surabaya 611. Kegiatan ini
biasanya sangat dinanti-nantikan oleh semua anggota, karena sifatnya yang
benar-benar di alam terbuka, benar-benar menantang, benar-benar menorehkan
kenangan indah dalam memori, benar-benar menguras tenaga dan pikaran, dan
benar-benar bermanfaat dan menyenangkan. Hahaha terlalu banyak kata benar-benar
ya. Orientasi Medan atau biasa kami sebut Ormed. Kegiatan ini dilakukan di alam
terbuka untuk mengasah kemampuan kami dalam bertahan hidup di alam serta
mengasah kecerdasan emosional kami.
Orientasi
medan berupa kegiatan penjelajahan di alam terbuka yang biasanya dilaksanakan
selama lima hari. Peserta kegiatan diwajibkan melalui sebuah titik start dan menuju ke sebuah titik finish yang telah ditentukan dengan
hanya dibekali alat navigasi darat dan perbekalan makanan dan pakaian mereka
masing-masing. Setiap peserta diwajibkan mengerti dan memahami materi IMPK atau
ilmu medan, peta, dan kompas. Selain itu ada banyak sekali materi-materi yang
harus mereka lahap sebelum berangkat untuk mengikuti kegiatan ini. Oleh karena
itu setiap ada kata Ormed akan selalu ada kata PraOrmed. Hehehe. Pada saat praOrmed
inilah kami membekali peserta dengan materi-materi yang diperlukan dan melatih
fisik mereka agar ketika melakukan kegiatan orientasi medan tubuh mereka dalam
kondisi yang prima. Selain itu kami juga melakukan seleksi terhadap peserta
agar kelak yang akan mengikuti kegiatan ini adalah mereka yang benar-benar
telah siap. Baik dalam hal materi, mental, maupun fisik.
Orientasi
medan 2015 kali ini kami laksanakan di kabupaten Blitar-Malang dengan jalur
Jolosutro-Ngliyep. Jalur ini terakhir kami gunakan pada Orientasi medan tahun
2012. Tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar bagi alam untuk dapat berubah
dengan begitu berbeda. Hari pertama Ormed ’15 kami mulai dari sebuah desa kecil
di dekat pantai Jolosutro, Gondangtapen. Setelah sejenak beristirahat, makan
siang, dan bersih diri, kami mulai melangkahkan kaki untuk menuju check point pertama, pantai Jolosutro.
Saat itu peserta sudah mulai menggunakan peta dan kompas mereka untuk menemukan
jalan menuju check point. Kondisi medan didominasi oleh
turunan karena kami start dari desa
yang secara geografis terletak di atas sebuah bukit. Setelah lama berjalan
sekitar pukul 18.00 beberapa kelompok telah sampai di check point yang telah ditentukan. Namun karena kondisi cuaca saat
itu tidak memungkinkan untuk bermalam disana maka kami memutuskan untuk
bermalam di sebuah masjid di dekat pantai.
Gambar 1. Masjid tempat kami bermalam di dekat pantai Jolosutro
Hari
kedua kami mulai dengan sholat subuh dan dilanjutkan senam pagi. Setelah
selesai sarapan, packing perlengkapan, dan bersih-bersih lantai mushola, kami
melanjutkan perjalanan menuju check point
kedua, pantai Mondangan. Naik turun bukit, melewati tambak udang, melewati
padang ilalang, padang jagung, melewati jalur setapak hingga sebuah bakal jalan
jalur Lintas Selatan. Pada hari kedua ini peserta masih harus menggunakan
kemampuan mereka dalam membaca peta dan menggunakan kompas untuk sampai di check point. Setelah lama berjalan
akhirnya salah satu peserta mampu sampai di check
point kedua dengan selamat sentausa. Setelah puas jeprat-jepret sana sini perjalanan dilanjutkan ke check point ketiga di desa Kali tekuk.
Karena perjalanan kali ini dilakukan pada sore hingga malam hari dan dengan
kondisi jalan yang relatif mudah dilalui maka kami memutuskan untuk berjalan
bersama hingga ke Kali tekuk. Sekitar pukul 20.00 WIB kami tiba di check point ketiga, di desa Kali tekuk,
tepatnya sebuah kebun kosong milik salah satu pak RT di desa tersebut. Kami pun
memutuskan untuk bermalam disana.
Gambar 2. Hiruk pikuk kesibukan peserta dan fasil dalam menyiapkan menu sarapan
Hari
ketiga kami mulai dengan sholat subuh dan senam pagi kembali. Intensitas
penggunaan peta kompas kali ini mulai berkurang. Kali ini peserta cukup
mengikuti jejak-jejak yang telah ditinggalkan oleh pioneer namun plotting-an
harus tetap berjalan. Perjalanan menuju check
point ke empat dapat dilakukan dengan cepat dan relatif mudah. Setelah
sekitar dua jam perjalanan akhirnya kami tiba pada sebuah gubug salah satu
petani yang telah kami jadikan check
point ke empat. Sebelum matahari benar-benar tergelincir kami bergegas
melanjutkan perjalanan menuju check point
selanjutnya karena jalur yang akan kami lalui terdapat sebuah sungai besar yang volume airnya dipengaruhi oleh pasang-surut
air laut. Benar saja, sungai tersebut airnya sudah mulai meluap oleh pasang air
laut. Kami pun harus ekstra hati-hati dalam menyeberang. Naik bukit, turun
bukit, naik lagi turun lagi, hingga kami sampai pada sebuah sungai yang
mengalirkan air sejernih mata air. Setelah melepas lelah sejenak kami
melanjutkan perjalanan menuju check point
ke lima, pantai Jonggring Saloko. SRUUUUT BYUUUUUURR!!!. Adeh. Setelah basah
kuyup gegara harus jatuh bangun di sungai akhirnya kami sampai pada check point ke lima. Seperti memasuki
wilayah ber-zombie kayak di film Resident Evil, kami memasuki kampung musiman. Kampung ini hanya
dihuni pada musim-musim tertentu saja, sehingga banyak rumah dan fasilitas umum
di kampung ini yang tidak terawat. Suasana sedikit mencekam muncul ketika kami
harus melewati sebuah kamar mandi tak berpintu, tak beratap yang teronggok
dibawah naungan kanopi hutan. Suasana di “kampung yang hilang” ini semakin mencekam
ketika kami menemukan sebuah keganjilan. Nama pantai yang kami singgahi ini
tidak benar-benar tepat sesuai dengan yang ada di peta. #jleb. Bagaimana
mungkin?. Setelah kami melakukan pengecekan ulang, pengkajian ulang, dan bla
bla bla (HeHeHe) akhirnya kami menemukan sebuah jawaban. Nama pantai ini memang
berbeda dengan yang ada di peta. Great. Oke setelah puas berpusing ria kami
bersiap untuk makan dan melalui malam dengan membuat api unggun, dan seperti
malam-malam sebelumnya kami melakukan evalusi dan dilanjutkan bocan (bobok cantik).
Gambar 3. Kondisi kamar mandi umum di perkampungan tak berpenghuni tetap, pantai Jonggring Saloko.
Seperti
hari-hari sebelumnya, pagi kami mulai dengan sholat subuh. Bedanya pada hari ke
empat ini kami harus bergegas untuk melanjutkan perjalanan karena sekali lagi
jalur yang akan kami lewati terdapat sebuah sungai yang akan meluap ketika
pasang air laut tiba. Siapa bilang air laut akan pasang hanya pada waktu sore
hari saja?. Buktinya kali ini pukul 09.00 pagi air laut sudah mulai merangkak
naik (data ini kami dapatkan ketika survey ormed ‘15). Setelah beberapa saat
berjalan kami menemukan sebuah sungai yang airnya sangat jernih. Kami
memutuskan untuk istirahat dan sarapan. Puas jeprat-jepret kami melanjutkan perjalanan. Kali ini kami harus
menaiki sebuah tebing curam, lalu menerjang ombak dan terakhir menyeberangi
sungai untuk sampai di titik selanjutnya. Setelah naik turun bukit, melewati
barisan bambu kuning, menyusuri pantai berpasir putih tak berpenghuni akhirnya
kami sampai di pantai Pasir Panjang dan tentunya pantai Ngliyep sudah ada di
depan mata. Alhamdulillah, yeah titik finish.
Malam harinya kami habiskan untuk saling bercengkrama dan dilanjutkan dengan
evaluasi kembali. Sampai titik finish
ini seharusnya plotting-an tetap
berjalan dan sepertinya ada kelompok yang tetap konsisten tur rajin tur
istiqomah melakukan plotting-an. Good
Job for you (y).
Gambar 4. Sungai Kaliurang yang mengalirkan air jernih
Hari
kelima. Tidak berbeda dari hari-hari sebelumnya kami mulai pagi dengan sholat
subuh dan dilanjutkan senam pagi. Setelah puas makan bersama kami bermain-main
dibibir pantai sambil berfoto-foto ria. Setelah puas kami bersiap untuk fobar (foto bareng). Pake baju pramuka.
Packing. Bla Bla Bla. Dan jepret!.
Puas. Kami pun bersiap untuk kembali ke pangkalan kami, kampus Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Sukolilo, Surabaya. Yeah. Rasanya ga sabar nunggu
Orientasi Medan ’16. Hahaha.
Gambar 5. Pantai Ngliyep, Malang
Read more »»